Senin, 08 April 2013

(Tugas 2 softskill) Penyelesaian Masalah Perekonomian di China



Inflasi di China
BEIJING - Pemerintah China rela mengorbankan pertumbuhan ekonominya untuk mengerem laju inflasi. Tindakan Perdana Menteri China Wen Jiabao memangkas target pertumbuhan ekonomi tahun ini ke level 7,5 persen jelas memperlihatkan bahwa Beijing sadar betul ekspansi industri yang terlalu tinggi dapat membuat infl asi lebih sulit dibendung. Indikasi itu terlihat dari penurunan laju inflasi tahunan di China pada Februari lalu yang menurun ke level 3,2 persen, yakni level terendah dalam kurun 20 bulan terakhir.
Padahal, sekitar tujuh bulan sebelumnya, laju infl asi di negara tersebut memuncak hingga hampir dua kali lipatnya; 6,5 persen. "Bukan pepesan kosong kalau China dikatakan telah berhasil menjinakkan hewan buas bernama inflasi itu," kata Jeremy Stevens, ekonom kajian China pada Standard Bank di Beijing, Minggu (11/3).

"Rata-rata laju inflasi Januari-Februari 3,9 persen, hanya kurang sedikit dari target pengurangan inflasi yang hendak dicapai pemerintah untuk tahun ini. (Meski demikian) banyak yang percaya laju inflasi pada paruh kedua tahun ini akan naik kembali."

Hasil jajak pendapat Reuters menemukan laju inflasi di China sepanjang tahun ini masih akan di bawah target pemerintah; empat persen. Meski demikian, potensi infl asi di China belum juga hilang. Dengan kata lain, masih ada risiko terjadinya kenaikan pada kuartal terakhir tahun ini. Kondisi ini tentu saja memicu kekhawatiran pada pembuat kebijakan di China mengingat inflasi selalu menjadi alasan utama kerusuhan sosial di negara berpenduduk 1,3 miliar jiwa itu.

Tekanan inflasi dinilai kembali menguat setelah pemerintah mengumumkan kebijakan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Bahkan, analis meyakini kenaikan serupa juga akan diberlakukan untuk tarif dasar listrik, gas alam, air, dan banyak lagi. Langkah seperti itu jelas akan dapat membuat hargaharga melambung. Hasil penelusuran Reuters, Beijing telah melebih-lebihkan pencapaian panen jagung para petani di kisaran jumlah konsumsi untuk 12 hingga 44 hari, sesuatu yang akan dapat menaikkan harga barang tersebut dan ujung-ujungnya menaikkan harga daging babi di China.

Di negara tersebut, daging babi merupakan salah satu makanan paling populer dan menjadi salah satu faktor kunci dalam menghitung perkiraan tingkat infl asi. Sejauh ini, harganya telah 86 persen lebih tinggi dibanding daging babi impor dari AS.

Langkah Penghematan

Situasi itu akan memaksa pemerintah untuk melakukan penghematan, termasuk melakukan reformasi kesehatan serta pajak demi menaikkan pendapatan bersih masyarakat, yang pada 2011 hanya mencapai 6.977 yuan (10 juta rupiah) di kawasan perdesaan, dan 21.810 yuan (31,5 juta rupiah) di kawasan perkotaan. Selama ini, pemerintah China terkenal dengan kebijakan stimulusnya.

Analis pada perusahaan finansial Swiss, UBS, memperkirakan tingkat pertumbuhan konsumsi di China pada tahun ini akan mencapai 9,3 persen, lebih tinggi dibanding tingkat pertumbuhan PDB-nya yang diperkirakan mencapai 8,5 persen. Ini dapat mendatangkan infl asi cukup tinggi untuk negara dengan ekonomi sebesar 7,5 triliun dollar AS itu. Sementara itu, perekonomian China mulai menunjukkan indikasi pelambatan tahun lalu.

Pada 2011, tingkat pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) China mencapai 9,2 persen, turun dibandingkan pencapaian tahun sebelumnya yang mencapai 10,4 persen. Pelambatan ini terjadi seiring krisis ekonomi global dan peningkatan tingkat infl asi di negara tersebut.

"Kami sepenuhnya sadar China masih menghadapi banyak kesulitan dan tantangan dalam pembangunan ekonomi dan sosial," terang Wen, beberapa waktu lalu. "Ada tekanan sangat kuat dalam pertumbuhan ekonomi kita. Harga-harga tetap tinggi. Regulasi pasar realestat menjadi sesuatu yang sangat krusial," imbuhnya.

Sejumlah ekonom optimistis pertumbuhan ekonomi China bakal melampaui target yang telah direvisi tersebut. Mereka meyakini PDB di Negeri Panda itu masih bisa tumbuh di kisaran 8 - 8,5 persen. "Selama beberapa tahun terakhir, target GDP yang ditetapkan biasanya hanya merupakan target penurunan pertumbuhan yang bisa diterima sehingga saya kira, dalam hati pemerintah, mereka sebenarnya condong memacu pertumbuhan hingga di atas delapan persen," kata Paul Cavey, ekonom pada Macquarie Bank, Hong Kong. dng/AFP/Rtr/E-10

Apakah penyelesaian maslah diatas dapat diterapkan di Indonesia ???

Menurut saya, langkah penghematan dapat diterapkan di Negara kita, Indonesia. Tapi bukan penghematan dalam sektor pengeluaran di daerah melainkan pengeluaran pemerintah sendiri yang banyak sekali yang tidak terkontrol dan tidak jelas anggarannya. Harusnya pemerintah kita bisa menggunakan uang Negara untuk keperluan yang semestinya seperti pembangunan daerah, pendidikan di daerah terpencil, dan anggaran untuk masyarakat yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Sedangkan yang terjadi adalah pemerintah dengan tanpa ragu menghambur-hamburkan uang Negara untuk hal yang tidak penting bahkan untuk kepentingan pribadi mereka sendiri tanpa memikirkan rakyat kecil. Sehingga langkah penghematan dalam sektor pengeluaran pemerintah ini sangat baik dilakukan demi pertumbuhan dan perkembangan Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar