Minggu, 04 Januari 2015

Kubus Warna Biru Motif Teddy Bear



Pandangan Chika tak lepas dari sebuah rumah megah yang tepat berada di hadapannya saat ini. Cukup lama ia memandangi rumah megah berwarna putih dengan dua pilar besar penyangga disertai pagar tinggi yang menutupi rumah tersebut. Langit sore hari ini tampak begitu cerah tapi tidak dengan perasaanya saat ini. Perasaannya sangat tidak menentu, ada rasa marah, kesal, dan penuh kebencian. Betapa tidak, ia baru saja mengetahui bahwa rumah megah yang ada di depannya saat ini adalah rumah mama Chika. Mama yang selama ini tidak pernah ia temui bahkan fotonya pun tak pernah ia lihat. Pasalnya sejak masih bayi Chika diasuh dan dibesarkan oleh tantenya, yang merupakan adik dari mamanya. Keberadaan rumah itu pun baru saja diketahuinya hari ini oleh tantenya, di hari ulang tahunnya yang ke-17. Chika adalah sosok anak perempuan yang manis, pintar, mandiri, pandai bergaul, dan selalu tampil ceria. Padahal sejak bayi ia tidak pernah mendapat kasih sayang dari kedua orang tuanya, tetapi Tante Dina selalu dapat menggantikan posisi kedua orang tua Chika sampai saat ini.
            Pagi itu sebelum berangkat sekolah, di meja makan, saat Chika sedang asyik menikmati sarapannya. Tante Dina, orang yang selama ini membesarkan Chika, menghampirinya untuk memberikan kejutan kecil berupa kue ulang tahun dan dua buah kado besar. “Happy sweet 17 tahun ya kesayangan tante!” kata Tante Dina dengan penuh antusias sambil memeluk dan mencium Chika.
“Ah tanteeee terimakasih ya!” kata Chika sambil mencium tantenya, satu-satunya keluarga yang ia miliki sampai saat ini. Tante Dina merupakan sosok wanita yang lembut dan penuh kasih sayang. Itu kenapa Chika tidak pernah kekurangan kasih sayang, sebab hal itu sudah didapatnya dari Tante Dina.
“Chika, ada seseorang yang menitipkan kado ini untukmu.” Katanya sambil memberikan kado besar berbentuk kubus dengan bungkus kado berwarna biru motif teddy bear. Lalu Chika menerima kado itu dengan wajah penuh tanya. “Ini dari siapa, tante?” Chika bertanya.
“Kado ini dari mamamu, Chika. Maaf tante tidak pernah menceritakan perihal orangtuamu, bahkan tante selalu mengalihkan pembicaraan setiap kali kamu menanyakannya. Sekarang kamu sudah tumbuh menjadi remaja yang kuat dan mandiri. Sekarang kamu harus mengetahui semuanya, tapi tante mohon sama Chika untuk tidak marah dan dengarkan dulu cerita tante sampai selesai ya sayang.” Kata Tante Dina memohon. “Baik tante.” Sambar Chika dengan singkat karna ingin cepat mendengarkan cerita dari tantenya. Kemudian Tante Dina bercerita dengan lembut sambil menatap wajah Chika yang memperlihatkan rasa ingin tahu dan kepolosannya. Tante Dina pun menangis saat hampir selesai menceritakan kisah orangtua Chika. Setelah bercerita panjang lebar, ia memberikan secarik kertas berisikan alamat, yang tidak lain adalah alamat rumah mama Chika.
Chika tidak pernah menyangka kalau mamanya, orang yang telah melahirkannya ke dunia ini sudah 40 hari meninggalkan dunia ini akibat penyakit kanker Rahim yang dideritanya. Kemudian tante Dina memeluk Chika begitu erat dan cukup lama, kemudian berkata “Chika yang tabah ya sayang, tante tahu ini pasti berat untuk kamu, tapi tante yakin kamu kuat dan bisa melewati semua ini. Tante sayang sekali sama kamu.”
“Iya tante terimakasih ya, Chika juga sayang sama tante.” Kata Chika berusaha menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya. Setelah merapikan kado pemberian mama dan tantenya, Chika pamit kepada tantenya untuk berangkat ke sekolah. Ia berjalan keluar rumah sambil menatap ke selembar kertas pemberian tantenya itu, kemudian ia melipatnya dan memasukkan ke sakunya.
            Setibanya di sekolah, ia langsung masuk ke dalam kelas dan duduk di kursinya. Tidak tampak seperti biasanya, Chika yang selalu kelihatan ceria, nampak murung pagi ini. Teman-temannya datang untuk mengucapkan selamat ulang tahun dan disambut Chika dengan wajah yang biasa saja.
“Iya terimakasih ya semuanya.” Katanya tanpa ekspresi.
“Loh, kamu kenapa, Chika? Kamu sakit?” Kata Masha, salah satu teman dekat Chika.
“Ah tidak, aku baik-baik saja kok, Sha.” Kata Chika membalas dengan senyuman.
            Proses belajar mengajar pun dimulai, tapi Chika tidak bisa berhenti memikirkan apa yang tantenya telah ceritakan tadi pagi. Mulai dari ayahnya yang meninggal saat ia masih di dalam kandungan, lalu mama yang menitipkannya kepada tante Dina sejak usianya satu bulan, kemudian ia juga baru tahu kalau mamanya adalah seorang pengacara terkenal di Belanda. Cerita itu terus berputar-putar dalam pikirannya hingga membuatnya pusing sekali. Lalu ia minta izin kepada gurunya ke UKS untuk meminta obat. Sesampai di UKS, ia mengambil obat pusing dan meminumnya.
            “Chika, bangun sayang.” Kata seorang wanita membangunkannya. Chika terbangun, ia baru sadar kalau telah tertidur di ruang UKS itu. “Kok tante bisa disini?” Tanya Chika bingung. “Iya tadi Masha telepon tante, katanya kamu sakit. Ya tante langsung saja ke sekolah, khawatir takut kamu kenapa-kenapa. Gimana keadaan kamu? Kita ke dokter saja ya?” Tanya tante Dina dengan wajah khawatir.
“Ya ampun tante, Chika baik-baik saja kok. Tadi hanya pusing sedikit, sudah minum obat juga dan sekarang sudah lebih baik.” Katanya sambil tersenyum. “Kamu yakin baik-baik saja?” Tanya tante Dina meyakinkan. Lalu Chika bangkit berdiri sambil tersenyum riang untuk meyakinkan tantenya kalau dia baik-baik saja.
            Di perjalanan menuju rumah, Chika yang sedang asyik bergurau dengan tantenya di dalam mobil tiba-tiba terdiam. “Chika, kamu kenapa sayang?” Tanya tante Dina kebingungan. “Tante, bisa antar Chika kerumah mama.” Katanya dengan nada setengah memohon. “Baik, kita kesana sekarang.” Kata tante Dina dengan tersenyum.
            Tak lama kemudian sampailah Chika di sebuah rumah megah bercat putih dengan pagar tinggi yang tak lain adalah rumah mamanya. Kemudian masuklah Chika dan tantenya ke dalam rumah tersebut. Tak hanya megah dari luarnya, ternyata interior rumah tersebut memperlihatkan bahwa pemilik rumah tersebut sudah mengunjungi berkunjung ke banyak negara, karena di dalamnya dihiasi oleh pernak-pernik rumah yang semuanya berasal dari luar negeri. Pemandangan interior rumah tersebut terlihat sangat serasi dengan perpaduan warna putih, merah dan emas. Kedatangan mereka pun disambut oleh seorang ibu separuh baya yang berpakaian sangat sederhana.
 “Selamat siang Bu Dina, ada yang bisa saya bantu?” Kata ibu itu dengan ramah.
“Oh tidak mbok, saya hanya ingin mengantarkan Chika untuk melihat-lihat rumah.” Kata Tante Dina. “Oh ini pasti Non Chika anaknya Bu Clarissa ya, sudah besar ya bu, cantik lagi, seperti mendiang ibu. Saya Mbok Enah yang biasa membersihkan rumah ini.” Katanya memperkenalkan diri kepada Chika.
“Oh iya mbok.” Balas Chika dengan tersenyum
“Silahkan masuk Non, mari saya temani kalau melihat-lihat rumah.” Kata Mbok Enah.
“Iya, terimakasih mbok.” Kata Chika
            Kemudian pandangannya tertuju pada sebuah pintu putih besar di sudut rumah itu yang terbuka setengah, yang seakan-akan mengajak Chika untuk masuk ke dalamnya. “Itu ruang apa, mbok?” Tanya Chika penasaran. “Oh itu kamar Ibu Clarissa, mamanya Non Chika. Mau masuk?” Tanya Mbok Enah, yang dengan cepat dibalas dengan anggukan oleh Chika. Kemudian nampaklah sebuah tempat tidur besar, dengan foto berukuran besar seorang wanita cantik tepat di atas tempat tidur tersebut yang sangat mirip dengan wajah Chika. Tepat di sebelah foto tersebut ada foto pernikahan yang tak lain merupakan foto pernikahan orang tua Chika, karena semenjak ayah Chika meninggal dunia, mamanya tidak pernah berfikir untuk menikah lagi. Sangat lama ia memandangi kedua foto tersebut. Pemandangan itu membuat sekujur tubuhnya lemas dan ia tak kuasa lagi membendung air matanya. Lalu ia terduduk di pinggir tempat tidur dengan menangkupkan kedua tangan di wajahnya.
“Non yang sabar ya, mbok tahu ini pasti ujian yang sangat berat untuk Non Chika. Tapi saya yakin Non Chika pasti bisa melewati ini semua dengan tegar, sabar ya non.” Kata Mbok Enah sambil mengusap pundak Chika.
            Setelah perasaannya mulai tenang, Chika berjalan menghampiri foto-foto seorang anak perempuan yang tersusun rapi di sebelah meja rias almh. mamanya. Foto-foto tersebut ternyata adalah foto dirinya sejak masih bayi, mulai merangkak, berjalan, hingga yang terakhir adalah fotonya diambil kira-kira 2 bulan yang lalu saat ia sedang berjalan di trotoar depan sekolahnya. Foto-foto tersebut dipajang secara urut seiring bertambahnya usia Chika. “Ini foto Non Chika sejak bayi ya? Ibu biasanya sebelum dan sesudah berangkat kerja selalu memandangi foto-foto non Chika.” Kata Mbok Enah memecah keheningan di ruangan itu. Kemudian di bawahnya ada setumpukan kubus-kubus dengan bungkus kado berwarna biru motif teddy bear.
            Lalu Chika mengambil salah satu kado tersebut dan membaca surat yang tertempel di kado tersebut. “Selamat ulang tahun yang pertama putri cantik kesayangan Mama, cepat besar ya dan tumbuh menjadi wanita yang kuat dan mandiri. Mama sayang sekali sama kamu. Love you my princess.” Kemudian ia menghitung jumlah kado-kado tersebut dan cukup terkejut saat mengetahui jumlahnya yaitu 16 buah. Dengan begitu total kado-kado tersebut genap 17 buah ditambah satu buah kado yang tadi pagi diberikan oleh Tante Dina.
            “Jadi selama ini mama selalu ingat dengan ulang tahun Chika… tapi kenapa mama tidak pernah mau menemui Chika??” Katanya membatin dalam hati. Kemudian ia meminta tolong kepada Mbok Enah untuk membantu membawa seluruh kado tersebut keluar. Kemudian pamit dan mengajak tantenya itu pulang ke rumah. Lalu Chika pulang dengan membawa semua kado tersebut bersamanya.
            Sesampainya di rumah ia langsung ke kamar untuk mengambil kado terakhir dari mamanya itu, lalu diambilnya surat dari dalam amplop yang tertempel di kado tersebut. Isinya “Selamat Ulang Tahun yang ke 17 putri cantik kesayangan Mama J sekarang kamu sudah tumbuh menjadi wanita cantik yang kuat dan mandiri. Mama sangat bersyukur melihatnya. Maafin mama ya sayang kalau selama ini tidak pernah menjadi ibu yang baik untukmu. Mama akan selalu mendoakan yang terbaik untuk Chika setiap saat. Mama akan selalu menyayangi Chika sampai kapanpun, kamu akan selalu ada di hati mama, Chika. Berterimakasihlah pada Tante Dina yang selama ini telah merawatmu. Chika... Mama sudah tidak kuat melawan penyakit kanker ini dan mungkin umur mama tidak akan lama lagi sayang. Doakan mama supaya bisa bertemu dengan ayahmu di surga nanti ya. Mama sayaaang sekali sama kamu.”
Kemudian Tante Dina yang berada di sebelahnya langsung memeluk Chika yang mulai meneteskan air mata. Chika tidak dapat berkata apa-apa, ia hanya bisa menangis dan menangis.


Tapi semua ini tidak membuat Chika patah semangat ataupun terpuruk. Hal ini justru menjadikannya semakin kuat menjalani hidup, ia sadar bahwa ada kesuksesan yang harus ia raih, masa depannya masih panjang dan ada tante Dina yang selalu ada untuk mendukungnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar