Pandangan
Chika tak lepas dari sebuah rumah megah yang tepat berada di hadapannya saat
ini. Cukup lama ia memandangi rumah megah berwarna putih dengan dua pilar besar
penyangga disertai pagar tinggi yang menutupi rumah tersebut. Langit sore hari
ini tampak begitu cerah tapi tidak dengan perasaanya saat ini. Perasaannya
sangat tidak menentu, ada rasa marah, kesal, dan penuh kebencian. Betapa tidak,
ia baru saja mengetahui bahwa rumah megah yang ada di depannya saat ini adalah
rumah mama Chika. Mama yang selama ini tidak pernah ia temui bahkan fotonya pun
tak pernah ia lihat. Pasalnya sejak masih bayi Chika diasuh dan dibesarkan oleh
tantenya, yang merupakan adik dari mamanya. Keberadaan rumah itu pun baru saja
diketahuinya hari ini oleh tantenya, di hari ulang tahunnya yang ke-17. Chika
adalah sosok anak perempuan yang manis, pintar, mandiri, pandai bergaul, dan
selalu tampil ceria. Padahal sejak bayi ia tidak pernah mendapat kasih sayang
dari kedua orang tuanya, tetapi Tante Dina selalu dapat menggantikan posisi
kedua orang tua Chika sampai saat ini.
Pagi itu sebelum berangkat sekolah,
di meja makan, saat Chika sedang asyik menikmati sarapannya. Tante Dina, orang
yang selama ini membesarkan Chika, menghampirinya untuk memberikan kejutan
kecil berupa kue ulang tahun dan dua buah kado besar. “Happy sweet 17 tahun ya kesayangan
tante!” kata Tante Dina dengan penuh antusias sambil memeluk dan mencium Chika.
“Ah tanteeee
terimakasih ya!” kata Chika sambil mencium tantenya, satu-satunya keluarga yang
ia miliki sampai saat ini. Tante Dina merupakan sosok wanita yang lembut dan
penuh kasih sayang. Itu kenapa Chika tidak pernah kekurangan kasih sayang,
sebab hal itu sudah didapatnya dari Tante Dina.
“Chika, ada
seseorang yang menitipkan kado ini untukmu.” Katanya sambil memberikan kado
besar berbentuk kubus dengan bungkus kado berwarna biru motif teddy bear. Lalu
Chika menerima kado itu dengan wajah penuh tanya. “Ini dari siapa, tante?”
Chika bertanya.
“Kado ini
dari mamamu, Chika. Maaf tante tidak pernah menceritakan perihal orangtuamu,
bahkan tante selalu mengalihkan pembicaraan setiap kali kamu menanyakannya.
Sekarang kamu sudah tumbuh menjadi remaja yang kuat dan mandiri. Sekarang kamu
harus mengetahui semuanya, tapi tante mohon sama Chika untuk tidak marah dan
dengarkan dulu cerita tante sampai selesai ya sayang.” Kata Tante Dina memohon.
“Baik tante.” Sambar Chika dengan singkat karna ingin cepat mendengarkan cerita
dari tantenya. Kemudian Tante Dina bercerita dengan lembut sambil menatap wajah
Chika yang memperlihatkan rasa ingin tahu dan kepolosannya. Tante Dina pun
menangis saat hampir selesai menceritakan kisah orangtua Chika. Setelah
bercerita panjang lebar, ia memberikan secarik kertas berisikan alamat, yang
tidak lain adalah alamat rumah mama Chika.
Chika tidak
pernah menyangka kalau mamanya, orang yang telah melahirkannya ke dunia ini
sudah 40 hari meninggalkan dunia ini akibat penyakit kanker Rahim yang
dideritanya. Kemudian tante Dina memeluk Chika begitu erat dan cukup lama,
kemudian berkata “Chika yang tabah ya sayang, tante tahu ini pasti berat untuk
kamu, tapi tante yakin kamu kuat dan bisa melewati semua ini. Tante sayang
sekali sama kamu.”
“Iya tante
terimakasih ya, Chika juga sayang sama tante.” Kata Chika berusaha menyembunyikan
perasaannya yang sebenarnya. Setelah merapikan kado pemberian mama dan
tantenya, Chika pamit kepada tantenya untuk berangkat ke sekolah. Ia berjalan
keluar rumah sambil menatap ke selembar kertas pemberian tantenya itu, kemudian
ia melipatnya dan memasukkan ke sakunya.
Setibanya di sekolah, ia langsung
masuk ke dalam kelas dan duduk di kursinya. Tidak tampak seperti biasanya,
Chika yang selalu kelihatan ceria, nampak murung pagi ini. Teman-temannya
datang untuk mengucapkan selamat ulang tahun dan disambut Chika dengan wajah
yang biasa saja.
“Iya
terimakasih ya semuanya.” Katanya tanpa ekspresi.
“Loh, kamu
kenapa, Chika? Kamu sakit?” Kata Masha, salah satu teman dekat Chika.
“Ah tidak,
aku baik-baik saja kok, Sha.” Kata Chika membalas dengan senyuman.
Proses belajar mengajar pun dimulai,
tapi Chika tidak bisa berhenti memikirkan apa yang tantenya telah ceritakan
tadi pagi. Mulai dari ayahnya yang meninggal saat ia masih di dalam kandungan,
lalu mama yang menitipkannya kepada tante Dina sejak usianya satu bulan,
kemudian ia juga baru tahu kalau mamanya adalah seorang pengacara terkenal di
Belanda. Cerita itu terus berputar-putar dalam pikirannya hingga membuatnya
pusing sekali. Lalu ia minta izin kepada gurunya ke UKS untuk meminta obat.
Sesampai di UKS, ia mengambil obat pusing dan meminumnya.
“Chika, bangun sayang.” Kata seorang
wanita membangunkannya. Chika terbangun, ia baru sadar kalau telah tertidur di
ruang UKS itu. “Kok tante bisa disini?” Tanya Chika bingung. “Iya tadi Masha
telepon tante, katanya kamu sakit. Ya tante langsung saja ke sekolah, khawatir
takut kamu kenapa-kenapa. Gimana keadaan kamu? Kita ke dokter saja ya?” Tanya
tante Dina dengan wajah khawatir.
“Ya ampun
tante, Chika baik-baik saja kok. Tadi hanya pusing sedikit, sudah minum obat juga
dan sekarang sudah lebih baik.” Katanya sambil tersenyum. “Kamu yakin baik-baik
saja?” Tanya tante Dina meyakinkan. Lalu Chika bangkit berdiri sambil tersenyum
riang untuk meyakinkan tantenya kalau dia baik-baik saja.
Di perjalanan menuju rumah, Chika yang
sedang asyik bergurau dengan tantenya di dalam mobil tiba-tiba terdiam. “Chika,
kamu kenapa sayang?” Tanya tante Dina kebingungan. “Tante, bisa antar Chika
kerumah mama.” Katanya dengan nada setengah memohon. “Baik, kita kesana
sekarang.” Kata tante Dina dengan tersenyum.
Tak lama kemudian sampailah Chika di
sebuah rumah megah bercat putih dengan pagar tinggi yang tak lain adalah rumah
mamanya. Kemudian masuklah Chika dan tantenya ke dalam rumah tersebut. Tak
hanya megah dari luarnya, ternyata interior rumah tersebut memperlihatkan bahwa
pemilik rumah tersebut sudah mengunjungi berkunjung ke banyak negara, karena di
dalamnya dihiasi oleh pernak-pernik rumah yang semuanya berasal dari luar
negeri. Pemandangan interior rumah tersebut terlihat sangat serasi dengan
perpaduan warna putih, merah dan emas. Kedatangan mereka pun disambut oleh
seorang ibu separuh baya yang berpakaian sangat sederhana.
“Selamat siang Bu Dina, ada yang bisa saya
bantu?” Kata ibu itu dengan ramah.
“Oh tidak
mbok, saya hanya ingin mengantarkan Chika untuk melihat-lihat rumah.” Kata
Tante Dina. “Oh ini pasti Non Chika anaknya Bu Clarissa ya, sudah besar ya bu,
cantik lagi, seperti mendiang ibu. Saya Mbok Enah yang biasa membersihkan rumah
ini.” Katanya memperkenalkan diri kepada Chika.
“Oh iya
mbok.” Balas Chika dengan tersenyum
“Silahkan
masuk Non, mari saya temani kalau melihat-lihat rumah.” Kata Mbok Enah.
“Iya, terimakasih
mbok.” Kata Chika
Kemudian pandangannya tertuju pada
sebuah pintu putih besar di sudut rumah itu yang terbuka setengah, yang
seakan-akan mengajak Chika untuk masuk ke dalamnya. “Itu ruang apa, mbok?”
Tanya Chika penasaran. “Oh itu kamar Ibu Clarissa, mamanya Non Chika. Mau
masuk?” Tanya Mbok Enah, yang dengan cepat dibalas dengan anggukan oleh Chika.
Kemudian nampaklah sebuah tempat tidur besar, dengan foto berukuran besar seorang
wanita cantik tepat di atas tempat tidur tersebut yang sangat mirip dengan
wajah Chika. Tepat di sebelah foto tersebut ada foto pernikahan yang tak lain
merupakan foto pernikahan orang tua Chika, karena semenjak ayah Chika meninggal
dunia, mamanya tidak pernah berfikir untuk menikah lagi. Sangat lama ia memandangi
kedua foto tersebut. Pemandangan itu membuat sekujur tubuhnya lemas dan ia tak
kuasa lagi membendung air matanya. Lalu ia terduduk di pinggir tempat tidur
dengan menangkupkan kedua tangan di wajahnya.
“Non yang
sabar ya, mbok tahu ini pasti ujian yang sangat berat untuk Non Chika. Tapi
saya yakin Non Chika pasti bisa melewati ini semua dengan tegar, sabar ya non.”
Kata Mbok Enah sambil mengusap pundak Chika.
Setelah perasaannya mulai tenang,
Chika berjalan menghampiri foto-foto seorang anak perempuan yang tersusun rapi
di sebelah meja rias almh. mamanya. Foto-foto tersebut ternyata adalah foto dirinya
sejak masih bayi, mulai merangkak, berjalan, hingga yang terakhir adalah
fotonya diambil kira-kira 2 bulan yang lalu saat ia sedang berjalan di trotoar
depan sekolahnya. Foto-foto tersebut dipajang secara urut seiring bertambahnya
usia Chika. “Ini foto Non Chika sejak bayi ya? Ibu biasanya sebelum dan sesudah
berangkat kerja selalu memandangi foto-foto non Chika.” Kata Mbok Enah memecah
keheningan di ruangan itu. Kemudian di bawahnya ada setumpukan kubus-kubus
dengan bungkus kado berwarna biru motif teddy bear.
Lalu Chika mengambil salah satu kado
tersebut dan membaca surat yang tertempel di kado tersebut. “Selamat ulang
tahun yang pertama putri cantik kesayangan Mama, cepat besar ya dan tumbuh
menjadi wanita yang kuat dan mandiri. Mama sayang sekali sama kamu. Love you my
princess.” Kemudian ia menghitung jumlah kado-kado tersebut dan cukup terkejut
saat mengetahui jumlahnya yaitu 16 buah. Dengan begitu total kado-kado tersebut
genap 17 buah ditambah satu buah kado yang tadi pagi diberikan oleh Tante Dina.
“Jadi selama ini mama selalu ingat
dengan ulang tahun Chika… tapi kenapa mama tidak pernah mau menemui Chika??” Katanya
membatin dalam hati. Kemudian ia meminta tolong kepada Mbok Enah untuk membantu
membawa seluruh kado tersebut keluar. Kemudian pamit dan mengajak tantenya itu
pulang ke rumah. Lalu Chika pulang dengan membawa semua kado tersebut
bersamanya.
Sesampainya di rumah ia langsung ke
kamar untuk mengambil kado terakhir dari mamanya itu, lalu diambilnya surat
dari dalam amplop yang tertempel di kado tersebut. Isinya “Selamat Ulang Tahun
yang ke 17 putri cantik kesayangan Mama J sekarang kamu sudah tumbuh menjadi
wanita cantik yang kuat dan mandiri. Mama sangat bersyukur melihatnya. Maafin mama
ya sayang kalau selama ini tidak pernah menjadi ibu yang baik untukmu. Mama akan
selalu mendoakan yang terbaik untuk Chika setiap saat. Mama akan selalu
menyayangi Chika sampai kapanpun, kamu akan selalu ada di hati mama, Chika.
Berterimakasihlah pada Tante Dina yang selama ini telah merawatmu. Chika... Mama
sudah tidak kuat melawan penyakit kanker ini dan mungkin umur mama tidak akan
lama lagi sayang. Doakan mama supaya bisa bertemu dengan ayahmu di surga nanti
ya. Mama sayaaang sekali sama kamu.”
Kemudian
Tante Dina yang berada di sebelahnya langsung memeluk Chika yang mulai
meneteskan air mata. Chika tidak dapat berkata apa-apa, ia hanya bisa menangis
dan menangis.
Tapi semua
ini tidak membuat Chika patah semangat ataupun terpuruk. Hal ini justru
menjadikannya semakin kuat menjalani hidup, ia sadar bahwa ada kesuksesan yang
harus ia raih, masa depannya masih panjang dan ada tante Dina yang selalu ada
untuk mendukungnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar